Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pelaksanaan skema iuran batu bara perusahaan tambang melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP) menunggu lampu hijau dari Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, saat ini semua Kementerian terkait sudah memberikan paraf di dalam draft Peraturan Presiden (Perpres) yang nantinya mengatur terkait kegiatan pemungutan dan penyaluran dana kompensasi batu bara. “Iya, tapi kan perpresnya belum ditandatangani. Tapi udah diparaf nih sama semua (menteri),” kata Dadan di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (23/8/2024).
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyampaikan pelaksanaan pungutan iuran batu bara perusahaan tambang melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP) cukup penting untuk segera dijalankan.
Asisten Deputi Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Tubagus Nugraha membeberkan skema iuran ini dibutuhkan guna mengatasi masalah disparitas harga batu bara di pasar internasional dengan harga Domestic Market Obligation (DMO).
Terlebih, apabila berkaca pada tahun 2022 lalu, pasokan batu bara untuk sejumlah pembangkit PLN sempat mengkhawatirkan. Ini terjadi lantaran para penambang batu bara lebih memprioritaskan ekspor ketimbang memasok kebutuhan dalam negeri lantaran harga jualnya lebih bagus.
“Pasca pengalaman kita di awal tahun 2022, kita agak babak belur nih, pembangkit-pembangkit ini terkait dengan pasokannya gitu. Jadi kuncinya adalah bagaimana kemudian pasokan batu bara untuk kepentingan domestik, khususnya untuk kelistrikan umum itu bisa aman,” ujar dia dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).
Tubagus menyadari negara saat ini sangat bergantung kepada batu bara lantaran komoditas ini telah menjadi salah satu sumber devisa. Namun di satu sisi, batu bara juga dibutuhkan sebagai sumber energi domestik.
“Kuncinya ini after 2022 di awal tahun itu, maka mekanisme ketahanan energi itu menjadi penting untuk pasokan dalam negeri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, setidaknya terdapat tiga persoalan yang saat ini menjadi fokus pemerintah pasca kejadian 2022 lalu. Pertama tidak semua spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh para penambang cocok digunakan untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Kedua, terdapat disparitas harga antara harga dalam negeri dengan harga internasional. Ketiga mekanisme denda dan kompensasi yang selama ini diimplementasikan kurang cukup untuk kemudian membentuk sebuah kepatuhan yang berkelanjutan bagi para pelaku usaha.
“Nah ini concern-concern itu kemudian kita mencari solusi yang lebih tepat, lebih berkelanjutan, dan memang di satu sisi lebih fairness gitu, lebih berkeadilan, dan dari sisi beban fiskal pun jangan sampai ini menjadi tambahan beban fiskal bagi negara,” kata dia.