Telegram akan menyerahkan alamat IP dan nomor telepon pengguna kepada otoritas Prancis.
CEO Telegram Pavel Durov menilai, perubahan pada ketentuan layanan dan kebijakan privasi bisa mencegah penjahat.
“Meskipun 99,999% pengguna Telegram tidak ada hubungannya dengan kejahatan, 0,001% yang terlibat dalam aktivitas terlarang menciptakan citra buruk bagi seluruh platform, membahayakan kepentingan hampir satu miliar pengguna kami,” kata Durov dalam posting di saluran Telegram, dikutip dari BBC, Selasa (24/9/2024).
Pengumuman tersebut menandai perubahan signifikan bagi Durov, salah satu pendiri platform kelahiran Rusia yang ditahan oleh otoritas Prancis Agustus lalu saat baru tiba di bandara Paris.
Beberapa hari setelah ditanah, jaksa mendakwanya dengan tuduhan mengizinkan aktivitas kriminal di platform pesan instan tersebut.
Tuduhan terhadapnya termasuk keterlibatan dalam menyebarkan gambar pelecehan anak dan perdagangan narkoba. Ia juga didakwa karena tidak mematuhi penegakan hukum.
Durov membantah tuduhan tersebut dan mengecam pihak berwenang tak lama setelah penangkapannya. Saat itu ia mengatakan bahwa menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh pihak ketiga di Telegram merupakan hal yang salah.
Para kritikus mengatakan Telegram telah menjadi sarang misinformasi, pornografi anak, dan konten terkait teror, karena aplikasi tersebut memungkinkan 200.000 anggota tergabung dalam satu grup
Penangkapan kepala eksekutif berusia 39 tahun tersebut telah memicu perdebatan tentang masa depan perlindungan kebebasan berbicara di internet.
Setelah penahanan Durov, banyak orang mulai mempertanyakan apakah Telegram benar-benar tempat yang aman bagi para pembangkang politik.
Peneliti senior di Citizen Lab, Universitas Toronto John Scott-Railton mengatakan, perubahan kebijakan terbaru ini sudah membuat banyak kekhawatiran di kalangan komunitas pengguna Telegram.
“Banyak yang sekarang mencermati pengumuman Telegram dengan pertanyaan mendasar, apakah ini berarti platform tersebut akan mulai bekerja sama dengan pihak berwenang di rezim yang represif?,” ujar John.
John menyebut, Telegram belum memberikan banyak kejelasan tentang bagaimana perusahaan akan menangani tuntutan dari para otoritas Prancis.
Pakar keamanan siber itu mengatakan bahwa meskipun Telegram telah menghapus beberapa kelompok, sistemnya jauh lebih lemah dalam memoderasi konten ekstremis dan ilegal dibandingkan perusahaan media sosial dan aplikasi messenger pesaing.
Menurut laporan, sebelum perluasan kebijakan baru-baru ini, Telegram hanya akan menyediakan informasi tentang tersangka teror.
Durov mengatakan bahwa aplikasi tersebut sekarang menggunakan tim moderator khusus yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menyembunyikan konten bermasalah dalam hasil pencarian.