Prabowo telah mengumumkan susunan menteri dalam Kabinet Merah Putih sebanyak 48 orang, lebih banyak ketimbang Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sebanyak 34 orang.
Dengan jumlah tersebut, anggaran yang dihabiskan untuk membayar gaji plus tunjangan jabatan para menteri itu juga meningkat.
Era Prabowo, kebutuhan anggaran untuk hak keuangan para menteri itu sekitar Rp 10,74 miliar per tahun, sedangkan era Jokowi senilai Rp 7,60 miliar.
Kebutuhan anggaran itu memperhitungkan besaran gaji pokok para menteri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000. Nilainya sebesar Rp 5.040.000 per bulan.
“Kepada Menteri Negara diberikan gaji pokok sebesar Rp 5.040.000,00 (lima juta empat puluh ribu rupiah) sebulan,” dikutip dari Pasal 2 PP No. 60/2000.
Ditambah dengan besaran tunjangan jabatan bagi para menteri yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 senilai Rp 13.608.000 setiap bulan.
“Menteri Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Pejabat lain yang kedudukannya atau pengangkatannya setingkat atau disetarakan dengan Menteri Negara adalah sebesar Rp. 13.608.000,” dikutip dari Pasal 1e Keppres No. 68/2001.
Dengan demikian, dalam sebulan untuk gaji pokok dan tunjangan jabatan saja, para menteri kabinet itu memperoleh pendapatan senilai Rp 18.648.000, dan menjadi senilai Rp 223.776.000 dalam setahun.
Tapi, tentu perhitungan itu belum termasuk hak keuangan dan fasilitas lainnya yang diterima para menteri. Sebab ada pula tunjangan operasional dan fasilitas lain, seperti kendaraan dinas, rumah jabatan, dan pelayanan kesehatan melalui mekanisme asuransi kesehatan, tunjangan kinerja hingga tunjangan hari raya keagamaan dan gaji ke-13.
Dana operasional menteri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268 Tahun 2014, dan tunjangan kinerja diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2015.