Sebentar lagi, pengawasan perdagangan aset kripto bakal berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai mandat UU P2SK, pengawasan perdagangan aset kripto akan berpindah dari Bappebti ke OJK pada Januari 2025.
Menjelang itu, OJK telah meluncurkan peta jalan (roadmap) pengembangan dan penguatan inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto 2024-2028. Peta jalan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pengembangan industri IAKD untuk dapat memberikan manfaat yang lebih luas tidak hanya bagi sektor jasa keuangan, tetapi juga perekonomian nasional serta mendukung pendalaman pasar industri jasa keuangan dan memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada pelaku usaha dan masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi pun menyebut industri kripto ini bakal bersinergi dengan industri-industri jasa keuangan lainnya. Ia juga tidak menutup adanya potensi kerja sama industri kripto dengan industri perbankan.
Ketika ditanya apakah aset kripto nantinya bisa digunakan sebagai agunan, Hasan menjawab hal itu belum masuk dalam rancangan. Sebab, ada keterbatasan bahwa perbankan di Indonesia berfungsi sebagai lembaga intermediasi, bukan sebagai universal banking. Tapi ia tidak menutup kemungkinan kripto dapat menjadi agunan bank.
“Iya, jadi ini tentu belum dalam pipeline kawan-kawan pengawas perbankan. Tapi tentu kita lihat perkembangannya ke depan. Karena memang selama ini kan ada keterbatasan ya. Perbankan kita kan sebagai intermediaris bukan menganut sebagai universal banking,” ujar Hasan di Pullman Jakarta, Jumat (9/8/2024).
“Jadi tentu ini akan harus kita lihat terus perkembangannya bersama teman-teman di pengawas perbankan dalam hal ini.”
Maka demikian, kepemilikan aset kripto di perbankan juga belum dimungkinkan,karena perbankan RI belum berfungsi sebagai universal banking.
Namun, bank dapat menjadi lembaga intermediasi dalam perdagangan aset kripto. Hasan menjelaskan saat ini para pedagang fisik aset kripto berencana menggunakan Self Regulatory Organization (SRO). Dalam hal ini, bursa kripto dan kliring dapat memanfaatkan layanan dari perbankan.
“Dalam konteks menjadi bank penyimpan. Partnernya para pedagang aset kripto banknya disebut apa, Penyedia Dana Margin. Terus ada bank penyedia jasa pembayarannya dan sebagainya. Jadi tentu industri ini akan terus bersinergi dengan layanan-layanan dari industri lain yang diperlukan,” jelas Hasan.