Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadiri acara Sidang Raya ke-18 Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) di Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Gibran membagikan sejumlah arahan dan cerita ketika dirinya menjabat sebagai wali kota Solo.
“Kami mohon nanti keluarga besar PGI bapak ibu semua yang hadir di sini nanti bisa bersinergi dengan visi-visi dan program pemerintah terutama untuk mengatasi masalah intoleransi,” kata Gibran.
Gibran lalu menampilkan kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Solo, Jawa Tengah. Gibran mengakui kejadian intoleran kerap terjadi di kota yang pernah dipimpinnya itu.
“Jadi kalau di Solo tiap tahun ada perayaan imlek, dan tiap tahun dari pemerintah memasang ornamen-ornamen imlek, patung-patung dari semua shio. Tapi nggak tahu ya kenapa pada saat saya menjabat itu banyak sekali yang protes,” ucapnya.
“Padahal wali kota-wali kota sebelumnya ndak ada yang protes. Jadi ini tiap hari isinya protes terus. Ini Solo disebut sebagai cabang Tiongkok, antek-antek China,” sambungnya.
Kemudian, Gibran juga menceritakan kasus yang pelaku intolerannya merupakan anak sekolah. Kala itu, Gibran memutuskan menutup sekolah tersebut dan memberi pembekalan terhadap guru dan siswanya.
“Ini ada juga bapak ibu yang agak miris, ada anak-anak sekolah yang menghancurkan makam, makam yang ada, mohon maaf, ornamen-ornamen nasraninya. Ini sekolahnya langsung saya tutup dan guru beserta muridnya langsung saya berikan pembekalan biar tidak keterusan,” katanya.
Meski diprotes, Gibran mengaku tak mundur untuk menjadikan Solo sebagai kota toleran.
“Justru saya bilang ke panitianya, panitia imlek, panitia natal, tahun depan (acara) digedein aja,” ujarnya.
Menurutnya, peringkat Kota Solo sebagai kota toleran terus meningkat dari nomor 9 ke nomor 4. Menurutnya, capaian itu berkat usaha seluruh pihak.
Gibran lantas mendorong adanya dialog damai serta peran seluruh masyarakat dalam mengupayakan toleransi.