Defisit anggaran dalam RAPBN 2025 telah ditetapkan pemerintahan Presiden Joko Widodo sebesar Rp 616,18 triliun atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB). Beberapa kalangan menganggap defisit itu merupakan yang tertinggi dalam sejarah transisi masa pemerintahan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto, mengatakan bahwa sebetulnya defisit RAPBN 2025 atau APBN pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto itu cukup moderat.
Artinya, setting atau titik tengah dari saat penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) di rentang 2,29%-2,82% PDB itu telah memperhitungkan besarnya tekanan ekonomi global saat ini yang masih dihadapi oleh perlambatan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia hingga masih tingginya era suku bunga kebijakan bank sentral yang tinggi.
“Itu pada level yang cukup moderate dalam pengertian tentu APBN harus dipastikan peranannya yang optimal dalam konteks mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah-tengah global situation, uncertainties,” kata Suminto dalam program Special Report CNBC Indonesia, dikutip Selasa (20/8/2024).
Oleh sebab itu, ia menekankan, desain defisit yang mencapai Rp 600 triliun itu tentu akan diarahkan untuk menjadikan APBN sebagai alat untuk meredam dampak rambatan pelemahan ekonomi global terhadap aktivitas ekonomi masyarakat di dalam negeri, melalui program belanja negara yang ekspansif.
“Tentu peranan APBN sebagai shock absorber, melakukan counter cyclical terhadap dinamika perekonomian, itu sangat diperlukan, sehingga dalam konteks defisit 2,53%, saya kira pada level yang cukup moderate untuk mendukung belanja-belanja pemerintah, yang tentu sekali lagi quality dari spending pemerintah akan betul-betul kita pastikan dan kita jaga,” tegas Suminto.
Sebagaimana diketahui, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menganggap defisit APBN era transisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto merupakan tertinggi.
“Defisitnya hampir 3 persen. Pakai batas minimum saja sudah Rp600 triliun. Setiap pergantian pemerintahan kita punya preseden defisit. Nah, defisit transisi ini adalah yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada,” ujar Dolfie dalam Rapat Badan Anggaran, Juni lalu.
Dalam RAPBN 2005 atau masa transisi dari pemerintahan Megawati ke Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, defisit APBN yang disetting pada masa transisi itu memang hanya 0,8% atau sekitar Rp 16,9 triliun, lalu pada 2015 saat transisi dari SBY ke Jokowi hanya 2,32% atau Rp 257,6 triliun.
“Presidennya belum kerja anggarannya sudah defisit lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa?” kata Dolfie.